Bab 1
“Bu’, redi dapat
beasiswa untuk kuliah besar di kota.” Sepulang dari kerja yang baru berjalan
seminggu. “ Alhamdulillah nak, selagi itu hal yang baik, ibu selalu mendo’akan
mu.”
“ terima kasih bu’,
Redi akan selalu ingat pesan ibu’ , semoga ibu selalu sehat.” Terlihat sosok
wanita dewasa. “ mbak, Redi minta tolong, jagain ibu ya mbak, Redi pengen jadi
orang sukses buat ibu bahagia”. Wanita dewasa itu tersenyum. “ mbak akan jaga
ibu dek, jaga dirimu baik-baik ya!” redi
mempersiapkan semuanya dalam satu hari.
Burung-burung
pagi itu berkicau merdu, mentari menampakkan cahayanya.
“dik, sudah di tunggu
sama bapak dosen” panggil ibu’.
“Iya bu’.”
“ hati-hati ya nak !”
Redi
mencium tangan ibunya. Senyumnya menutupi kegelisahan hatinya untuk jauh dari
keluarga kecilnya.
“Redi, mari kita berangkat “ ujar napak Sucipto
dosen dari Universitas Pelita Harapan, Jakarta.
Redi pun berangkat
menuju Jakarta. Sepanjang perjalanan redi merasa bingung melihat gedung-gedung
besar dan sebagian lingkungan tak terawat. Redi merasa sedih melihat anak-anak
peminta-minta menyodorkan keresek kecilnya. Hatinya sangat berterima kasih
kepada Allah atas apa yang di berikannya.
Bab 2
Hari
pertama Redi belajar di universitas Pelita Harapan, fakultas ekonomi. Setengah
tahun Redi belajar dengan sangat serius, tapi Redi tidak melupakan keluarga
kecilnnya di desa. Redi sambil bekerja di Restaurant Sucipto milik dosen Redi.
“ bluuk “ suara buku jatuh ke lantai. Langkah Redi sangat cepat, hingga
menabrak seorang gadis cantik.
“
elo gak bisa jalan pelan tah ??”
“
maaf, mbak.”
“
embak lo bilang? Kenalin Vena.”
“yang
di samping embak yang namanya Vena..??”
“
gua Vena “
“hay
nama lo siapa? Gua Rani.” Sambil jabat tangan dengan Redi.
“
saya redi mbak”, vena bersikap cuek melihat Redid an Rani.
“
jangan panggil embak dong! Tapi Rani! Dan ini sahabatku Vena.” Jelas Rani.
“ iya mbak, maaf ! iya Rani.”
“elo
bukannya sering dengan pak Sucipto ? elo anaknya?” Tanya Vena kemudian.
“
bukan Ven, saya mendapat beasiswa dan bekerja dengan beliau”
“ ohh..” jawab sinis vena.
“
wah hebat kamu Red. “ puji Rani.
“
saya izin masuk kelas duluan ya, apa mau bareng?” ajak Redi.
“
duluan aja Red, gua dan Vena mau ke perpus dulu.” Jawab Rani.
“
what??? Are you serious?? Hello Rani.”
Rani menarik tangan Vena sambil tersenyum ke Redi, Redi meninggalkan mereka berdua.
“
ngapain sih lo?”
“
elo liat Ven, Redi. Mananya keren, baik, sopan, pinter lagi.”
“
Rani…. Elo suka??”
“
mau di kemanain pacar gue Ven.”
“terus?”
“
elo kan udah putus sama suma, cari pengganti lah!!”
“
siapa??”
“
Vena, elo ini gak ngerti, apa pura-pura gak ngerti sih”
“
gue harus jadi pacar cowok culun dari desa itu gitu?? Gak banget dech.”
“
awas kalo lo jadian sama dia.”
“enggak
penting dech Rani … ”
“
makan yuk Ven!! Laper ni gue.”
“
wahahaha …. Katanya mau ke perpus mbak??”
“ salah
tadi, maksud gue ke kantin. Lo kenapa jadi ikut pakai sebutan embak? Gawat
nih..”
“ hahaha… lucu aja”.
“
hayoo…”
“
gak jadi ke kantin ni.”
“
iya-iya ven.”
Vena menemani Rani makan. “ ven, suma tu.” Seru Rani
kemudian. Vena gak peduli, dia asik dengan just jeruk di depannya.
“
Ran bisa tinggalin Vena, bentar.. aja!!” sosok suma muncul tiba-tiba di depan
Vena. Vena berdiri menatap wajah Suma yang lesu.
“
enggak perlu lo temuin gue lagi, playboy.”
Tegas Vena.
“ ven gue mohon,gue
udah putus sama tuh cewek.” Menampakkan wajah lesunya.
“apa
hubungannya sama gue??”
“
gue sayang elo Ven..”
“
Ran, cari tempat lain yuk!!”, Vena menarik tangan Rani.
“
gue minum dulu Ven, belum bayar ni.”,
ujar Rani.
“
pak nanti saya bayarnya ya!!”, ujar Vena
pada pemilik kantin.
“
ok mbak.” Jawab pemilik kantin.
Vena mengajak Rani menuju kelas . Bapak Sucipto
dosen ekonomi masuk ke kelas.
“
Redi”, panggil bapak Sucipto.
“
iya pak.” Sahut Redi.
Mereka saling berbincang di depan ruang kelas. Semua
yang ada di dalam kelas diam seribu kata.
“
assalamualaikum, teman-teman,”
“
wa’alaikum salam”
“
pemberitahuan dari bapak Sucipto minggu depan kita mengadakan bazar, dalam bazar
perkelompok. untuk barang dan harga di tentukan oleh kelompok.”
“
asik nih, seminggu Red??”
“
ya acara bazar dalam seminggu.”
Redi dan teman-teman saling berunding.
“
Ran, gue kan gak bakat jualan, kalau ulasan tentang jual menjual dikit.” Ujar
Vena.
“
elo itu Ven, bisanya cumin beli doank.” Sahut Rani.
“
emang, whaahaha…” jelas Vena.
“
jalan-jalan tapi jalan kaki.
Pingin
cepet tapi males lari.
Ehh,
ada Vena yang baik hati.
Dari
tadi sudah ada yang mencari..”. Ujar Agung teman Suma.
“
gerah gue Ran, keluar yuk!!”
“
gue pengn ngobrol dan main pantun dulu donk Ven…. Hehehe…. “
“
sama Agung, gak salah lo??”
“
ho’oh”.
Tiba-tiba Vena menarik tangan Redi keluar kelas.
“
mbakk kenapa??”
“
diem lo!!” tegas Vena dengan wajah masam.
“
Vena sedih??”
“ nggak.”
“
trus kenapa Vena menarik tangan saya??”
“
nggak tau,, hheehehehe..” jawab Vena sedikit malu.
Redi tersenyum melihat tingkah cewek galak itu yang
terlihat memerah pipinya. Redi meninggalkan Vena sendiri.
Bab 3
Malam
dilema beribu bintang terlihat sosok Vena merenung .
“
hai sayang ….” Ujar tante Nia.
Vena tak menghiraukan panggilan tante Nia. Tante Nia
menarik bantal di bawah dagu Vena.
“
apa loh tan?? Vena ngantuk.” Saut Vena.
“
ngantuk kok senyum-senyum sendiri??”
“nggak
tante, cuman diem aja.”
“
mau belajar bohong ni ya??”
“
hehehehe… Vena mau Tanya tante”
“
Tanya apa sayang??” sambil tersenyum melihat wajah dewasa Vena yang terkadang
manja itu.
“
kaya dan miskin apa boleh mengenal jauh??”
Tante Nia tersadar bahwa keponakannya sudah sangat
dewasa. Tante Nia terdiam sambil mengingat masa ramajanya dengan seorang
pengembala. “Kenapa gantian tante yang senyum-senyum sendiri?? Hayo tante..”
“apa
tadi pertanyaanya ??”
“Vena
lupa tan, hehehe…”
“nakal
kamu ya jelek.” Sambil menggelitik keponakannya itu.
“
geli tante …”
“tidur
loh sayang!! Udah malem..”
“iya
tante..”
Bulan
tanpa di temani sang bintang. Redi sedikit lelah dengan fikiran ingin bertemu
keluarganya di desa. Redi merenung kenapa tiba-tiba fikiran pandangannya
melayang kepada sosok gadis galak itu.
“
haduh,, kenapa saya ini” gumam Redi. Hatinya bertanya-tanya kenapa hari-harinya
tersenyum dengan melihat kenakalan Vena. Belum pernah Redi merasakan getaran
hati bisa ada dalam kurungnya jatuh cinta. Redi mengambil buku catatan kecil
dari tas kuliahnya. tanpa di sadari Redi menulis.
“
disini bintang ingin bertemu sang rembulan. Tapi awan hitam menutupi diriku
untuk tidak melihatmu disana.” Redi membawa tidur catatan kecilnya.
Bab 4.
Pagi
dengan mentari yang mulai penuh memancarkan sinar. Vena menarik tasnya dengan
terburu-buru tanpa sadar tasnya tersangkut di besi tangga kamarnya.
Mobil merahnya berhenti
di parkiran mahasiswa, tak terlihat mobil biru Rani di sana. “Gung, Rani
mana..??” seru Vena pada Agung.
“ ikut ibunya ke luar
kota..” jawab Agung sambil berlari. Vena pun berjalan menuju kelas.
“aduh tasnya rusak tuh,
kasian banget sih..” seru kakak tingkat Vena. Tiba-tiba redi datang dan menarik
tangan Vena.
“ Redi !!!”
“maaf Ven.”
“kenapa lo tuh??”
“ liat geh!!” sambil
menarik tas Vena.
“ ya ampun, tas ku,
hemmm…” gumam Vena.
“gimana ya Red??” keluh
Vena.
“sini tasnya.” Jawab
Redi sambil tersenyum.
“tutup mata Vena!! Vena
mau?? Tapi jangan ngintip loh!!” rayu Redi.
“ iya deh, awas kalau
tas Vena gak di jagain!!” sinis Vena.
Redi tersenyum dan Vena menutup matanya. Redi
mengambil sapu tangan merah dari sakunya dengan jarum dan benang, Redi
memperbaiki tas Vena yang robek begitu parah.
“Red??
udah belum?”
“ya ven.”
Redi menyembunyikan tas Vena di dekat meja Vena,
Vena membuka matanya.
“mana tas ku Red ?”
“gak tau, hehe.”
“ihh, kamu ni loh,
sebel deh gue.”
“kalau kumat marahnya
gue keluar gak ad ague kan kalau di kota” itu di samping Vena.”
Vena memalingkan wajahnya dan mengambil tasnya.
“kok udah gak bolong
Red?” Tanya Vena.
“maaf, Redi tambal
pakai sapu tanganku.”
“emm, gak papa kok,
makasih ya!, ini!”, ujar Vena dengan menyodorkan sapu tangan berwarna pink pada
Redi.
“untuk apa?”, Tanya
Redi terheran-heran
“buat kamu.” Jawab Vena
dengan senyum manis di bibirnya. Redi merasa bingung dan kembali duduk di
bangkunya.
Semua siswa kembali pada tempat duduknya
masing-masing setelah bel masuk berbunyi. Sementara waktu di kelas yang rebut
itu, tiba-tiba sunyi karena bapak Sucipto di dekat pintu.
“selamat pagi semua”
“pagi pak”
“oke! Sekarang dari
seluruh 12 siswa buat 4 kelompok untuk bazaar 3 hari lagi? Dan buat catatan
untuk apa yang akan di jual!” jelas bapak Sucipto. Mereka sibuk membuat
kelompok.
“Redi gue boleh 1
kelompok sama lo, em?” Tanya Vena.
“gue juga?” Tanya Suma.
“boleh-boleh.” Jawab
Redi sambil tersenyum.
“Red, Suma sama kita?
Rani gimana?” Tanya Vena.
“mari sini, di jalan
Raya, biar Rani sama saya.” ujar Agung.
“huh” sinis Vena.
Redi tersenyum pada Vena, Vena membalas senyum Redi
dengan pandangan mata yang tajam dari mata kecilnya itu. Vena, Redi, dan Suma
saling membicarakan apa yang akan mereka jual.
“bapak tinggal ya
semua, sampai bertemu di 3 hari selanjutnya. Sampai jumpa!” seru bapak Sucipto.
“bay pak.” Ujar seluruh
siswa di ruangan, semuanya usai.
Seperti biasa Redi mulai bekerja. Vena sibuk
membantu tantenya di rumah.
Bab5.
Sepulang
Redi bekerja. Redi buka tas kuliahnya, Redi tersenyum melihat sapu tangan
berwarna pink dari Vena. Langkah membawa Redi menuju taman belakang rumah bapak
Sucipto.
“ehh” kejut pak
Sucipto.
“ehh bapak, maaf
mengganggu”.
Redi baru sadar dirinya bejalan ke taman melihat pak
Sucipto dengan gitar kesayangannya.
“kok tumben Red? ke taman juga .”
“hehehe, iya pak” jawab
Redi sedikit malu.
“sini duduk!!”
“terima kasih pak,
kenapa bapak hoby main gitar?”
“dari mas remaja hingga
sekarang bersama dengan ibu, sebelum ibu perga jauh meninggalkan bapak,
biasanya bapak di temani ibu bermain gitar di sini. Sekarang teman bapak hanya
kamu Redi, indahnya malam dan harumnya mawar bermekaran.”
“maaf pak saya gak
bermaksud buat bapak sedih”
“nggak Redi.”
Sementara waktu suasana di taman sangat sepi, pak
Sucipto melihat sapu tangan yang ada di tangan kanan Redi.
“ehemm.”
“ya pak”
“itu..”
“apa pak?”
“merah muda”
“iya pak, ini yang
membuat saya bingung” jawab Redi sedikit menunduk melihat sapu tangan Vena di
tangannya.
“sepertinya bapak tau”
“kenapa pak”
“warna merah muda
berarti kasih sayang yang tulus, arti sapu tangan berarti kesetiaan yang ada
sepanjang waktu, ciee.. jangan-jangan.” Lledek pak Sucipto.
“jangan-jangan gimana
pak?” Tanya heran Redi.
“anak bapak yang sika
warna merah muda atau pink itu yang paling bandel, Vena kan??”
Redi tersenyum, pak Sucipto tertawa kecil melihat
sikap Redi seperti orang yang salah tingkah saat jatuh cinta.
“wah, bapak sangat perhatian ya dengan kita,
hehehe…”
“sure, karena bapak mengajarkan bukan sekedar materi
pelajaran apalagi anak-anak bapak sudah dewasa. Tante Vena juga teman baik ibu
dari masa ibu SMA .”
“ahh bapak, jadi gak enak” seru Redi seperti orang
yang baru kenal pak Sucipto.
“dah deh, bapak tinggal udah ngantuk, duluan ya Red”
seru pak Sucipto sambil meninggalkan Redi sendirian di taman.
Redi
tersenyum mamandang saputangan merah muda milik Vena itu. Hingga Redi tertidur
di bangku taman. Selama 2 hari Redi tidak kuliah, karena jam kuliah pun harus
di sibukkan dengan tugas untuk bazaar. Redi ingin menyiapkan apa yang harus dia
jual, tapi tiba-tiba hp Redi bergetar.
“dreettt dreeett”
“hay Redi” sms dari
nomor yang tidak dikenalnya.
Redi tak menghiraukannya tiba-tiba nada panggilan hp
Redi berdering, Redi mengangkat telvon.
“pagi Red”
Redi sedikit terkejut suara cewek yang sepertinya
tak asing baginya.
“pagi juga, siapa ya?”
“Vena”
Tiba-tiab Vena menutup telvonnya. Vena menanti, Vena
pikir Redi akan menelvonnya/
“ada apa Vena?” sms
dari Redi.
“yang beli untuk bazar
siapa?” balas Vena
“siapa aja deh, aku
juga bingung nih”
“gue aja kalau gitu”
“bener?”
“yoi”
Sampai di situ sms Vena dengan Redi.
Bab 6
Malam
di mana besoknya bazaar dimulai Vena terlihat gelisah di kamarnya.
“doaarr…” kejut tante
Vena
“ya tan” sahut Vena
lemas.
“kenapa ni
sayang?”Tanya tante melihat wajah keponakannya berbeda malam ini.
“Vena janji sama Redi
tante.”
“Redi? Siap tu?”
“teman baru Vena tante”
“owh, what the
problem?”
“besok bazar mau jual
apa?” Tanya Vena melihatkan wajah lemasnya.
“udah besok kita beli,
tidur sayang! Udah malem ni!”bujuk tante Vena.
“ya tante” ujar Vena
sambil menarik boneka kesayangannya.
Vena terbangun dari tidur panjangnya, Vena terkejut
dilihatnya masih jam 06.00, tak biasanya Vena terbangun ketika mentari belum
bersinar penuh.
“tante”
“iya sayang”
“emmm”
“ini” ujar tante Vena
sambil menyodorkan plastik warna hitam.
“terima kasih tan, Vena
berangkat ya tan” jawab Vena dengan senyum manisnya.
Bab 7
Suara
mobil Vena meninggalkan halaman rumah megah itu. Bunga-bunga melambaikan
keharumannya, mentari tersenyum cantik pagi itu. Vena melihat teman-temannya
sudah menyiapkan bazaar.
“Ven” Suma menghampiri
Vena di parkiran.
“iya apa?”
“iya apa?”
“apa yang mau di
jual??”
“lah lo bawa apa?”
“cuman bawa donat cinta
aja”
“oh..” Vena berjalan
mendahului Suma.
“Ven!” seru Suma.
“apa lagi??” Tanya
sinis Vena.
“jangan cuek gini
napa!!” jelas Suma.
Vena tak menghiraukan Suma dengan mempercepat
langkahnya mencari-cari dimana Redi, Suma memukul dinging dengan sangat keras
karena tak di hiraukan.
“Ven!” tiab-tiba pak
Sucipto datang menghampiri Vena.
“ya pak.” Seru Vena
dengan sedikit terkejut.
“ sambut tamu sebentar
ya! Bapak minta tolong di ruang tamu bersama Redi!” jelas pak Sucipto.
“baik pak.” Jawab Vena
dengan senyum manisnya.
“dasar anak muda” gumam
pak Sucipto.
Vena membawa langkahnya ke ruang tamu guru. Vena
melirik Redi, Redi membalas senyum. Vena dan Redi berbincang dengan tamu dari
provinsi. Setelah pak Sucipto membantu dosen lainnya menyiapkan acara
persahabatan antara beberapa universitas di Jakarta dan kembali ke ruang tamu.
Vena dan Redi berpamitan dengan pak Sucipto dan tamu
untuk melanjutkan kewajiban mereka.
“Vena bawa apa?” Tanya
Redi sambil berjalan menuju tempat bazaar.
“ini!” jawab Vena
dengan menyodorkan keresek hitam dari tantenya. Redi tersenyum sambil memandang
wajah Vena yang sedikit murung.
“Vena kenapa?” Tanya
heran Redi.
“gak papa Red, apa
isinya?”
“loh Vena gak tau?”
“tante yang bawain.”
“liat geh! Pop ice,
untung aja aku tadi kefikiran mau bawa peralatannya dari tempat bapak.”
“hehehe, ya udah ambil
peralatannya di mana?”
“ayok, di kantin tempat
ibu.”
Vena dan Redi menuju kantin ibu Dian, adik dari
bapak Sucipto.
“Redi! Ada apa?” Tanya
bu Dian.
“Redi mau pinjam yang
tadi bu, yang Redi bawa..”
“ohh, buat apa Red?”
“buat pop ice.”
“pop ice cinta ya?”
ledek bu Dian sambil melirik Vena.
“hehehehe…” jawab Redi
Vena tersenyum malu dengan pipi memerah. Redi dan
Vena berjalan menuju tempat palaksanaan bazaar.
“lohh, Ven!”
Tiba-tiba cowok yang tidak asing dimata Vena berada
di sampingnya, ketika Redi dan Suma sibuk dengan penjualannya.
“emm.” Balas Vena.
“elo Vena kan?”
“siapa ya ? apa pernah
kenal?”
“iya gue Diki SMA Ven.”
“ohhh, selama ini elo
kemana aja, gak ada kabar” Tanya Vena.
“Ven selama gue
belajar, apa elo setia nunggu gue?”
“hello, koreksi tu diri
elo!, elo gak pernah nanggepin sms gue dan rindu gue yang dulu ke elo sejak
kita SMA berbeda sekolah”
“maaf”
Suasana terasa tegang, Diki adalah TTM Vena di kala
masa putih Abu-abu, dengan janji mereka untuk saling menanti.
“ven!” ujar Diki sambil
memegang tangan Vena. Vena melepas genggaman dari tangan Diki.
“jangan lagi Dik!
Jangan lagi permainin perasaan gue lagi!” ujar Vena dengan tegas dan menatap
dengan tajam.
Tiba-tiba
Suma melihat Vena dengan Diki. Suma mendorong pundak Diki.
“siapa lo?” Suma
menatap tajam pada wajah Diki yang lesu.
“sorry boy, gue sahabat
Vena dan gue ada urusan sama Vena bukan sama lo!” tegas Diki.
“ada apa ini?” ujar
Redi.
Suasana terasa sepi, setelah semuanya terdiam dan
tiba-tiba Vena menarik tangan Redi. Diki dan Suma saling menatap dan mereka
berpisah.
“Ven, kenapa?” Tanya
Redi.
Vena terdiam dengan air mata di pipi merahnya. Redi
menghapus air mata Vena dengan sapu tangan warna pink dari Vena, Vena tersenyum
“Redi, Vena benci Diki”
ujar Vena.
“kenapa”
“gak tau dia jahat sama
Vena, kenapa ya gue harus ketemu lagi sama dia.”
“sssstt, gak boleh
kayak gitu Ven!” bujuk Redi
Vena memandang beberapa tempat di sekeliling tempat bazaar.
Redi meniggalkan Vena sejenak dalam kesendiriannya.
“ini” sahut Redi sambil
menyodorkan pop ice.
“thank’s Red” sembari
senyum dari Vena.
“kan Vena senyum,
seperti suka banget sama pop ice” ledek Redi
“kok tau? Hayo tau dari
mana? Berarti Redi perhatian ya sama Vena? Whahahha…” seru Vena denan senyum
lebar dari bibir merahnya.
“yeeee, ke GR’an banget
Vena Vena…”
“biarin”
“apalagi sama pop ice
anggur pasti suka banget”
“nilai plus untuk kamu
mas Redi”
“makasih untuk mbakku
tersayang”
“hah?” kejut Vena.
“kenapa mbak? Marah di
panggil mbak?” ledek Redi.
“bukan”
“truss? Kalau Redi
bener-bener saya sama Vena apa gak boleh?”
Vena tersenyum dengan ada getaran hati yang begitu
kencang.
“maaf Redi belum ada
cowok yang sukses untuk buat aku lupa semua tentang Diki” jelas Vena.
Redi tersenyum mendengar jawaban Vena.
“okey” seru Redi sambil
tersenyum. Vena membalas senyum dari Redi.
“Vena!” Redi memberikan
jari kelingking dari tangan kanannya.
“ya” Vena tersenyum dan mempertemukan jari
kelingking mereka berdua. Vena dan Redi saling pandang, tanpa sepengetahuan
keduanya Suma memandang dari kejauhan melihat mereka berdua, tapi Suma merasa
mulai ikhlas dengan semua yang terjadi.
“Ven, besok saya pulang
ke desa.”ujar Redi
“iya, Redi jaga diri
baik-baik ya!” sahut Vena.
“bawa ini!” seru Vena
sambil menyodorkan sapu tangan pink dari Vena untuk Redi.
“oke!” jawab Redi
“balik yuk!” seru Vena.
Bab 8
Hari
demi hari Vena lewati tanpa Redi tetapi untuk saat ini Vena selalu bersama
Rani. Anehnya Rani melihat perubahan seperti kilat, jadi hobi baca walau masih
cuek dengan pelajaran.
Setelah
2 tahu Redi pulang ke desa, Vena mulai merasakan kehilangan. Siang itu sambil
ada jus jeruk di depan Rani dan pop ice di depan Vena.
“tumben lo Ven?” sahut
Rani heran.
“kenapa?” Tanya Vena
santai
“jus persahabatan kita?”
“eh iya, pesan lagi!”
alih Vena
“hahaha… kayaknya ada
orang yang lagi kangen ni. Rediiiiiiii….” Ledek teriak Rani.
Vena malah seperti orang yang lagi kacau fikirannya
dan sambil tersenyum sendiri.
“heh” kejut Rani.
“ya” jawab santai Vena.
“nanti main tuk!”
“kemana?”
“tampat bapak Sucipto”
“males Ran”
“harus, biasanya gue
nemenin lo shoping sekarang gentian!” tegas Rani
“hello…. Yang shoping
kan elo?
“hehehe… iya sih, ah..
yang pasti elo besok harus ikut gue.”
“oke, siapa takut”
sahut Vena.
dalam
perjalanan Vena memikirkan satu hal, bagaimana kalau sampai tempat bapak
Sucipto, Vena di beri pertanyaan seperti dosen ke mahasiswanya, eh tapi emang
bapak Sucipto dosen Vena. Hati Vena tertawa kecil.
Sampai
di rumah pak Sucipto terlihat mobil mewah punya tante Vena.
“Ran, itu mobil tante
gue kan?”
“sepertinya begitu.”
“turun yuk Ven!”
“ok!”
Di depa pintu terlihat sosok ibu yang begitu manis
saat tersenyum.
“ibu, bapak Sucipto
ada?”
“ada, silahkan masuk
nak!”
“terima kasih bu.”
Vena tersentak karena melihat cowok yang ada di
samping tante dan bapak Sucipto yang rapih dengan pakaian jas dan taka sing.
“Redi?”
“iya Vena, ini Redi”
jawab pak Sucipto
Vena tersenyum malu terlihat di matanya, sungguh
keluarga yang lengkap.
Redi menghampiri Vena.
“Ven” sahut Redi
“ya Red.”
“mau, kamu jadi sahabat
sejati dalam hidupku?” Bisik Redi di dekat telinga Vena.
Vena tersenyum dan Redi memegang tangan Vena. Ibu Redi
tersenyum dan menyatukan tangan keduanya.
TAMAT.
1 comment:
hahahahah
Post a Comment